Doa Orangtua Untuk Anak-Anaknya

asy-Syaikh Abdussalam bin Abdillah as-Sulaiman

Sehebat apapun kesungguhan orangtua demi mendidik anak-anak mereka namun jikalah Allah Subhanahu wata’ala tidak memberikan taufiq dan inayah (pertolongan) kepada keduanya, niscaya tidak akan berhasil sedikitpun.

Oleh karena itu wajib atasmu untuk berdoa, dan tadharru’ (merendahkan hati) kepada-Nya mudah-mudahan Allah Azza wajalla memberi hidayah kepada keturunanmu. Maka doa merupakan faktor yang menunjang pendidikan anak.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,” (al-Baqarah: 186)

Doanya para nabi dan orang shalih

Dan di antara doanya Ibadurrahman (hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang) adalah,

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqaan: 74)

Dan inilah doa kekasih Allah, bapaknya para nabi yakni nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang mendoakan anak-anaknya,

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ

“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim: 35)

Beliau ‘alaihissalam juga berdoa,

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“Wahai Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, wahai Rabb kami, perkenankanlah doaku.” (Ibrahim: 40)

Demikian pula nabi Zakariya ‘alaihissalam berdoa kepada Rabbnya,

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Di sanalah Zakaria mendoa kepada Rabbnya seraya berkata: “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. (Ali Imran: 37)

Dan Allah Ta’ala menceritakan doanya seorang yang shalih,

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Wahai Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (al-Ahqaf: 15)

Dan Allah Ta’ala menceritakan tentang istri Imran tatkala melahirkan anaknya yang bernama Maryam,

وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk.” (Ali Imran: 37)

Dan di dalam shahihain disebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berdoa untuk perlindungan Hasan dan Husain, beliau membaca:

أُعِيْذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ

“Aku berlindung kepada Allah untukmu berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari segala setan, binatang yang berbisa dan pandangan mata yang jahat.”
Dan berkata, “Seperti inilah bapakku Ibrahim meminta perlindungan untuk Ismail dan Ishaq.” (Riwayat Bukhari no. 3371, Abu Daud no. 4737, Ibnu Majah no. 3525, Tirmidzi no. 2060, diriwayatkan dari Musnad Imam Ahmad 4/20 no. 2112)

Demikianlah yang dilakukan oleh para nabi. Mereka mendoakan anak cucu mereka agar meraih masa depan yang baik dan terhindar dari hal-hal yang membinasakan.

Jangan mendoakan kejelekan dan kutukan ketika emosi

Maka doakanlah agar hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala tercurah kepada anak-anak dan janganlah berdoa kutukan untuk mereka, yang ini sering dilakukan oleh kebanyakan para ibu dan sebagian bapak yang mengutuk anak-anak mereka manakala sedang emosi.

Hal ini telah diperingatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah sabdanya:

لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيْبُ لَكُمْ

“Jangan kalian berdoa kejelekan untuk diri kalian, dan jangan berdoa kejelekan untuk anak-anak kalian, dan jangan berdoa kejelekan untuk harta benda kalian, karena tidaklah kalian bertemu dengan waktu yang mustajab (bila minta kepada Allah pasti akan dikabulkan) melainkan Allah mengabulkan doa kalian.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 5516 dan Muslim no. 6243)

Mencari waktu-waktu dikabulkannya doa

Dan berapa banyak orangtua yang mendoakan anak-anaknya, merendahkan hati di waktu sahur seraya memuji Rabbnya Jalla wa’ala yang Maha Mendengar dan Mengabulkan doa hamba-Nya yang memohon. Niscaya Allah Ta’ala kabulkan doanya dan memperbaiki dirinya, anak-anaknya, dan keturunannya. Maka wajib untuk mencari waktu-waktu dikabulkannya doa.

Dari Abu Umamah Radhiallahu’anhu bahwasanyaada yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, kapankah doa itu didengar?” Beliau Shallallahu’alaihi wasallam menjawab, “Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu (sebelum salam)”. (Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da’awaat 13/30. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 3/167-168 No. 2782)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Wahai Rasulullah, kapankah doa itu didengar?” Beliau Shallallahu’alaihi wasallam menjawab, “Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu (sebelum salam)”. (Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da’awaat 13/30. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 3/167-168 No. 2782)

[Dinukil dari Kitab Tarbiyatul Aulad fii Dhaui al-Kitabi wa as-Sunnati, Penulis Abdussalam bin Abdillah as-Sulaiman, Taqdim Syaikh Shalih Fauzan, hal. 42-44]

http://sunniy.wordpress.com/

Tinggalkan komentar